Pengertian Ekokritik dalam Karya Sastra

Pengertian Ekokritik dalam Karya Sastra

Pengertian ekokritik (ecocriticism) secara ringkas dapat diartikan sebagai studi tentang hubungan antara sastra dan lingkungan fisik. Ekokritik dapat disejajarkan dengan kritik sastra feminis atau kritik sastra Marxis. Dengan kata lain, ekokritik dipandang sebagai salah satu cara memahami sebuah karya sastra; sebagai salah satu cara untuk memaknai sebuah karya sastra.

Dampak perkembangan teknologi dan peradaban dewasa ini memang semakin mengancam keberadaan ekologi (lingkungan hidup) tempat manusia hidup berkembang. Maka tidak mengherankan jika semua orang sibuk memikirkan nasib lingkungan hidup yang seolah-olah menjadi korban dari perkembangan peradaban manusia.

Sebagai bagian dari peradaban, sastra tentu tidak bisa tinggal diam. Tak terhitung karya sastra yang secara tegas menyuarakan keprihatinan terhadap nasib lingkungan hidup. Di sisi lain, pembacaan karya sastra pun mengalami perkembangan sebagai akibat dari kondisi ini

Pentingnya menelaah karya sastra dengan kacamata ekokritik, tak terkecuali di dunia pendidikan generasi muda. Dengan mengkaji beragam karya sastra, seperti puisi, cerpen, novel, pantun, maupun naskah drama menjadi alat pendidikan ekologi tersebut. Memang terdapat beragam alternatif dalam mengatasi problematika lingkungan hidup, namun sastra mampu menjadi salah satu terobosan guna membentuk manusia yang humanis terhadap kelestarian lingkungannya.

Charles E. Bresler (2011) mengemukakan bahwa ekokritik belum memiliki asumsi dan teori pokok yang dapat dijadikan patokan, tetapi ekokritik memiliki prinsip-prinsip jelas di antaranya sebagai berikut:

  1. emphasizes the interconnectedness of all things including, including nature and culture,
  2. is interdisciplinary, believing that humanities and the sciences should and must be in constant dialogue,
  3. believes that human culture is connected to the physical world,
  4. is ethically committed to the natural world as being vitally important rather than simply an object for aesthetic discussions,
  5. is ecologically sensitive in textual analysis,
  6. analyzes texts that concern themselves with the physical environment,
  7. assumes that all texts necessarily develop a concept of place or setting that leads to an ecocritical reading of the text, h. advocates a literal “saving” of planet Earth, not only for the present generation but also for generations to come.

Pembacaan teks sastra dengan pendekatan ekokritik juga ditentukan oleh minat pembacanya, yang secara garis besar dapat digolongkan menjadi tiga kelompok.

Pertama adalah pembacaan dengan pendekatan seperti pada ekokritik gelombang pertama, yaitu keindahan alam (the beauty of nature). Pendekatan model ini akan berfokus pada bagaimana dan mengapa alam dan lingkungan hidup digambarkan dengan gaya tertentu, gaya yang tertera dalam teks.

Kedua adalah dengan pendekatan yang berfokus pada urban nature atau yang juga disebut toxic consciousness. Pendekatan ini akan memaparkan tema-tema kehancuran atau kerusakan alam dan lingkungan hidup sebagai akibat pos-industrialisasi.

Yang ketiga adalah ekokritik dengan pendekatan ecocomposition, dengan fokus menunjukkan bagaimana membuat tulisan-tulisan yang menyuarakan kesadaran terhadap lingkungan hidup. Pendekatan ini akan melihat misalnya autobiography dan kemudian menyerukan agar kita juga dapat menghasilkan karya-karya yang sadar lingkungan.

Penggunaan simbol-simbol seperti laut, gunung, harimau, matahari, pepohonan dalam berbagai karya sastra menunjukkan bahwa alam sengaja dimanfaatkan oleh para pengarang untuk menyampaikan suasana hati, imajinasi, gagasan, atau bahkan tema tertentu. Keterkaitan alam dengan karya sastra inilah yang memunculkan konsep kritik ekologi (ecocriticism) dalam karya sastra.

Glotfelty (1996), secara sederhana melihat karya sastra dengan kacamata kritik ekologi dapat dianalogikan dengan melihat karya sastra dengan kacamata feminisme atau Marxisme.

What then is ecocriticism? Simply put, ecocriticism is the study of the relationship between literature and the physical environment. Just as feminist criticism examines language and literature from a gender-conscious perspective, and Marxist criticism brings an awareness of modes of production and economic class to its reading of texts, ecocriticism takes an earth-centered approach to literary studies (in Garrard, 2004: 3).

Pada era sekarang, saat masalah lingkungan hidup menjadi salah satu topik besar dan serius, pembacaan karya sastra dengan kacamata kritik ekologi menjadi sangat menarik untuk dilakukan. Penggabungan antara sastra dan ilmu tentang lingkungan hidup (ekologi) juga merupakan daya tarik tersendiri dalam bidang kajian sastra yang sekaligus semakin menegaskan bahwa keluwesan karya sastra dalam menyumbangkan gagasan untuk perbaikan kehidupan umat manusia. Penggabungan dua wilayah ini menjadikan kritik ekologi sesuatu yang unik.

Sumber:

  • Candra, Afry Adi. 2017. “Ekokritik dalam Cerpen Indonesia Mutakhir”. Jurnal Pena Indonesia. Vol. 3 No. 2. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya
  • Bressler, Charles E. 1998. Literary Criticism: Introduction to Theory and Practice. New Jersey: Prentice-Hall.
  • Danandjaja, James. 2007. Folklore Indonesia: Ilmu Gossip, Dongeng, Dan Lain-lain. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.

You May Also Like

About the Author: Lenterakecil-NET

Sekedar berbagi inspirasi, motivasi, serta pengetahuan dan informasi melalui internet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *